Kenangan dari kuliah semester pertama

beberapa minggu ini saya disibukkan dengan tugas-tugas dari dosen lebih tepatnya tugas pengganti ujian akhir semester. mata kuliah saya untuk semester ini ada 4 dan salah satunya adalah mata kuliah "forensic Accounting and Fraud Examination" (wow..keren, pake bahasa inggris) yang mempelajari tentang kecurangan akuntansi di dunia bisnis & ekonomi. mata kuliah ini sangat menarik dan tidak membuat bosan mahasiswa. saya sangat suka mata kuliah ini (yang banyak dari teman saya juga berpikiran demikian). untuk tugas akhir dari dosen, kami diperintahkan untuk membuat makalah tentang pemberantasan korupsi. pembuatan makalah ini sebenarnya juga sebagai salah satu tes kompetensi dalam penentuan ketua komisi pemberantasan korupsi (KPK) yang baru dimana yang terpilih adalah bpk Abraham Samad (semoga sukses dan lancar dalam mengemban amanah negara...amin).
sebagai kenang-kenangan dari mata kuliah saya yang saya sukai ini, saya publikasikan ke teman-teman pembaca hasil karya saya. selamat membaca :)


LANGKAH STRATEGIS MEMBERANTAS KORUPSI
DI INDONESIA


A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini kita sering mendengar, melihat, atau bahkan mengikuti berbagai macam kasus korupsi terjadi di lembaga pemerintah. Kasus-kasus tersebut seakan tidak ada habis-habisnya. Ada kasus korupsi Wisma Atlet SEA GAMES yang menyeret beberapa politikus dari partai demokrat (M. Nazarudin, Andi Malarangeng, dan Angelina Sondakh), Korupsi beberapa anggota komisi XI atas kasus suap pemenangan deputi gubernur BI Artalyta Suryani, kasus suap hakim syarifuddin dari kurator PT. Skycamping Indonesia (PT. SCI), kasus kucuran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang menjerat Maman Sumantri, Oey Hoey Tiong, Rusli Simanjuntak, hingga besan presiden SBY Aulia Pohan, dan kasus-kasus lainnya.
Banyaknya kasus korupsi di negara kita telah mendapat apresiasi yang tinggi dari lembaga internasional. Pada tanggal 1 Desember 2011 lalu Transparency International (TI) kembali meluncurkan Corruption Perception Index (CPI) secara global. Tujuan peluncuran CPI setiap tahun adalah untuk selalu mengingatkan bahwa korupsi masih merupakan bahaya besar yang mengancam dunia. Untuk tahun 2011 CPI mengukur tingkat korupsi dari 183 negara, dengan rentang indeks antara 0 sampai dengan 10, di mana 0 berarti negara tersebut dipersepsikan sangat korup, sementara 10 berarti negara yang bersangkutan dipersepsikan sangat bersih. Dua pertiga dari negara yang diukur memiliki skor di bawah lima, termasuk Indonesia. Pada tahun 2011, skor Indonesia dalam CPI adalah 3.0. Bersama dengan Indonesia, ada 11 negara lain yang mendapatkan skor 3.0 dalam CPI tahun ini. Negara-negara tersebut adalah Argentina, Benin, Burkina Faso, Djibouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Sao Tome & Principe, Suriname dan Tanzania. Indonesia dan negara-negara tersebut menempati posisi 100 dari 183 negara yang diukur. Di kawasan ASEAN, skor Indonesia berada di bawah Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand. Sementara Vietnam, Kamboja, Laos dan Myanmar skornya lebih rendah dari Indonesia. Sungguh pencapaian yang luar biasa buruk bagi negara yang mayoritas penduduknya muslim terbesar di dunia.
Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasan Bisri dalam peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia di gedung KPK, Jakarta (9 Desember 2011) menyatakan bahwa berdasarkan pemeriksaan lima tahun terakhir, ada 318 temuan yang mengandung unsur korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp29,5 triliun dan 450 juta dollar. Kasus korupsi tidak hanya terjadi di pemerintah pusat. Pemerintah daerah pun seakan turut serta dalam menyumbang sebagian kerugian negara.
Lantas jika korupsi sudah kompak dari tingkat pusat hingga daerah, masih adakah area bebas korupsi di negara kita? Sebuah ironi jika dilihat betapa kayanya negara ini akan sumber daya alam dan manusianya. Apakah ini merupakan salah satu penyebab mengapa saat ini kita masih belum bisa menjadi negara maju (sejajar dengan Amerika Serikat, China, Jepang, dll)? Bisa jadi karena moral para pejabat dan masyarakat yang korup menyebabkan pejabat dan masyarakat yang jujur ikut menanggung murka Allah. Naudzubillah!
Beruntunglah jika saat ini upaya untuk memberantas korupsi mulai digalakkan kembali. Sejarah pemberantasan korupsi di negara kita sebenarnya cukup panjang dan berliku. Namun setelah era reformasi tahun 1998, upaya tersebut mendapat titik terang. Beberapa peraturan perundangan untuk meminimalisir tindakan korupsi telah dibuat dan disahkan. Lembaga-lembaga anti korupsi juga muncul baik yang dibentuk oleh pemerintah (KPK, BPK, dan BPKP) maupun oleh pihak swasta yang independen (ICW, Transparency International, dll). Metode Sosialisasi anti korupsi ke masyarakat dan pejabat juga terus dikembangkan dan setiap tahun cenderung menjadi lebih baik. Pendidikan dan pembelajaran untuk mengenalkan siswa dan mahasiswa terhadap masalah korupsi juga semakin terbuka. Di tingkat perguruan tinggi, upaya pengenalan dan pendeteksian kecurangan (korupsi) disampaikan dalam mata kuliah khusus yang bisa ditempuh oleh mahasiswa.
Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya jika kita memahami terlebih dahulu tentang korupsi itu sendiri. Korupsi adalah penyalahgunaan jabatan yang dimiliki dengan melakukan pelanggaran prosedur untuk memperkaya/menguntungkan dirinya/orang lain sehingga timbul kerugian negara. Ada tiga poin yang menjadi fokus dan karakteristik dari korupsi jika dilihat dari definisi tersebut yaitu (1) adanya tindakan melawan hukum, (2) adanya pihak yang diuntungkan, dan (3) adanya kerugian negara. Banyak motif yang mendasari seseorang melakukan tindakan korupsi misalnya karena faktor perilaku (pola hidup hedonis), faktor ekonomi (menumpuk harta), faktor psikologi (takut miskin, aji mumpung), dan lainnya. namun pada umumnya kecurangan (korupsi) didorong oleh tiga hal yaitu tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi.
Korupsi yang dilakukan oleh seseorang pasti meninggalkan dampak negatif. Di tataran negara, pejabat pemerintah yang melakukan korupsi seharusnya dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya (hukuman mati/seumur hidup). Hal ini dikarenakan kerugian yang ditimbulkan menimpa masyarakat dan negara. Dampak yang timbul juga multidimensi. Berikut beberapa contoh dampak yang ditimbulkan oleh korupsi di bidang ekonomi, sosial, keamanan, dan budaya.
Dampak di bidang ekonomi
- Pembangunan tidak dapat berjalan maksimal (dana berkurang akibat korupsi, proses pembangunan yang tidak jujur menghasilkan kualitas bangunan yang buruk)
-   Arus modal dari luar negeri terhambat (tingkat kepercayaan asing atas pengelolaan investasi di Indonesia rendah)
-     Terjadi kesenjangan antara masyarakat yang kaya dengan masyarakat yang miskin
            Dampak di bidang Sosial
-  Kurangnya rasa kepekaan sosial di masyarakat (pejabat lebih mementingkan dirinya sendiri daripada kepentingan masyarakat)
-     Menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya
-     Rentan menjadi budaya baru yang memalukan yaitu “tidak tahu malu”
            Dampak di bidang Keamanan
-     Pertahanan negara menjadi lemah dan rentan diserang negara lain
-     Moral aparat pelindung negara menjadi turun karena kurang percaya diri
-     Munculnya berbagai konflik & perpecahan di beberapa daerah
            Dampak di bidang Hukum
-        Proses hukum menjadi tidak efektif (korupsi oleh aparat penegak hukum itu sendiri)
-   Produk hukum tidak tepat sasaran (UU dibuat untuk kepentingan politik bukan untuk kepentingan masyarakat)
-        Tidak adanya kepastian hukum

2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut:
1)   Upaya apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan perilaku korupsi di lembaga pemerintahan?
2)   Kontribusi apa saja yang bisa diberikan oleh masyarakat dalam upaya mendukung kampanye anti korupsi?

B.     PEMBAHASAN
1.      Landasan Hukum dari Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Tindak pidana korupsi merupakan masalah klasik yang terus muncul sepanjang zaman mulai dari awal kemerdekaan hingga zaman reformasi saat ini. Perangkat hukum berupa aturan pun dibuat sebagai tindak lanjut terkait pencegahan dan penanganan kasus korupsi. Beberapa aturan tersebut antara lain termuat dalam:
Undang-Undang:
-    UU RI nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
-   UU RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari KKN
-     UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
-  UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
-    UU RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Peraturan Pemerintah:
-    PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
-  PP RI No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
-   PP RI No. 109 Tahun 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Dengan adanya aturan di atas diharapkan kasus korupsi semakin sedikit. Namun pada kenyataannya korupsi di Indonesia tidak mengalami perbaikan yang signifikan. Hukum yang berlaku nampaknya belum bisa membuat pelaku korupsi jera. Bahkan aparat penegak hukum pun ada yang turut serta melakukan korupsi. Oleh karena itu diperlukan cara lain untuk mendukung agar hukum dapat berjalan secara efektif.
2.      Sistem Pengendalian Internal sebagai Tindakan Pencegahan/Antisipasi
Korupsi sebenarnya merupakan salah satu bentuk kecurangan yang terjadi di lembaga pemerintah. Pada lembaga swasta kasus kecurangan oleh karyawan bisa berupa pencurian, penggelapan, dan semacamnya. Perbedaan istilah ini tidak terlalu penting untuk dibahas karena yang menjadi fokus adalah upaya untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan tersebut. Dalam suatu perusahaan, aset merupakan harta yang dimiliki oleh perusahaan yang digunakan sebagai alat untuk menghasilkan laba secara berkala. Aset ini rentan terhadap kecurangan. Oleh karena itu perusahaan membentuk Sistem Pengendalian Internal (SPI) untuk meminimalisir terjadinya kehilangan aset. SPI yang dibentuk pun bisa beragam (ada yang kuat dan ada juga yang lemah). Semakin besar perusahaan tersebut maka SPI yang dibentuk akan semakin kompleks dan kuat. Lantas bagaimana dengan lembaga pemerintah?
Lembaga pemerintah sendiri sebenarnya dapat kita ibaratkan sebagai perusahaan. Aset yang dimiliki tentu saja berupa seluruh kekayaan baik alam dan manusia Indonesia. Tujuannya pun untuk mencetak laba/surplus. Bedanya, jika laba pada perusahaan diukur dengan unit moneter (satuan uang), maka lembaga pemerintahan selain berusaha untuk mencetak laba dalam satuan uang juga untuk menciptakan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sebagai stockholder lembaga pemerintah. Karena aset negara yang luar biasa banyak inilah maka dibutuhkan sistem pengendalian internal yang juga luar biasa kuat, dibuat oleh orang-orang nasionalis, agamis, dan profesional di bidangnya. Kasus korupsi merupakan kebocoran-kebocoran yang harus segera ditambal. Ibarat sebuah drum minyak tanah yang jika kebocoran tersebut didiamkan maka semakin lama akan semakin banyak minyak tanah yang terbuang percuma. Oleh karena itu ada dua langkah yang bisa dilakukan yaitu langkah strategis jangka pendek dan langkah strategis jangka panjang. Jika diterapkan pada kasus kebocoran drum minyak tanah, maka langkah jangka pendek adalah dengan menambalnya sedangkan langkah jangka panjang adalah dengan mengganti drum tersebut dengan drum baru yang lebih kuat.  
Terkait pengendalian internal, tuanakotta dalam buku akuntansi forensik & audit investigatif membagi tipe pengendalian menjadi dua macam yaitu pengendalian aktif dan pengendalian pasif. Pengendalian intern aktif merupakan bentuk pegendalian intern yang paling banyak diterapkan yakni dengan membuat pagar-pagar, barikade-barikade, bermacam-macam lapisan pengaman, sebelum pelaku kecurangan bisa menembus pertahanan. Sedangkan dalam pengendalian intern pasif, dari permukaan kelihatan tidak ada pengaman, namun ada peredam yang membuat pelanggar atau pelaku kecurangan akan jera. Peredam ini diumumkan secara luas, dan sistemnya memastikan hal ini. Contoh untuk pengendalian intern aktif pada lembaga pemerintah misalnya pemisahan tugas, formulir yang nomornya sudah tercetak, otorisasi berjenjang, hingga pengendalian aset secara fisik. Sedangkan contoh pengendalian intern pasif misalnya dengan memberlakukan hukuman yang berat pada pelaku kecurangan (hukuman mati/seumur hidup), hingga memberikan jaminan perlindungan pada whistleblower (peniup peluit).
3.      Akuntansi Forensik sebagai Tindakan Deteksi dan Penanganan Korupsi
Kasus korupsi merupakan tindakan kriminal di bidang ekonomi khususnya keuangan. Oleh karena itu tidak semua orang mampu untuk mendeteksi korupsi yang dilakukan oleh seseorang. Hanya yang ahli (memiliki pengetahuan khusus di bidang ekonomi dan keuangan ditambah ilmu audit serta ilmu hukum) yang dapat mendeteksi ada atau tidaknya korupsi. Ahli tersebut adalah akuntan publik. Akuntan publik dikhususkan dari akuntan-akuntan lainnya dikarenakan ia memiliki keahlian audit untuk mendeteksi ada atau tidaknya suatu ketidakwajaran suatu laporan keuangan (yang merupakan suatu laporan pertanggungjawaban keuangan manajemen kepada pihak-pihak berkepentingan) yang nantinya bisa menuntun kepada bukti permulaan atas dugaan terjadinya kesalahan atau kecurangan. Selain itu akuntan publik bersikap independen dan memiliki prosedur serta standar yang harus ditaati dalam menjalankan tugasnya. Akuntan biasa meskipun dapat menjadi auditor internal perusahaan namun ia tidak memiliki sikap dan standar prosedur audit layaknya akuntan publik. Oleh karena itu jasa audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dibutuhkan oleh klien suatu perusahaan untuk mendapatkan penilaian auditor independen atas laporan keuangan perusahaan tersebut.
Di pemerintahan ada dua lembaga yang dapat mendeteksi terjadinya korupsi yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meskipun ada dua lembaga ini tidak menutup kemungkinan jasa KAP juga akan dikutsertakan dikarenakan independensi dan profesionalitasnya. Kasus Bank Century (sekarang berubah nama menjadi bank mutiara) merupakan salah satu kasus yang mendapat perhatian besar di Indonesia saat ini. Kasus ini telah mendorong dilakukannya audit forensik yang pertama kalinya di negara kita. Jika audit forensik ini berhasil menemukan bukti, tersangka, dan jumlah kerugian negara secara pasti maka kasus-kasus korupsi lainnya dapat ditangani pula melalui audit forensik ini.
Tuanakotta dalam bukunya akuntansi forensik & audit investigatif mendefinisikan bahwa Akuntansi Forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau luar pengadilan, di sektor publik maupun privat.  Audit forensik tidak lepas dari akuntansi forensik. Kedua ilmu ini sebenarnya digunakan scara bersama-sama dikarenakan memiliki kaitan/hubungan yang erat satu sama lainnya. Jika kedua ilmu ini terus dikembangkan dan para profesional di bidang ini juga semakin banyak, maka setidaknya para pejabat akan berfikir dua kali atau bahkan berkali-kali sebelum melakukan korupsi. Perlu diingat bahwa ada ungkapan yang menyatakan “tidak ada kejahatan yang sempurna” dan “setiap kontak akan meninggalkan jejak”. Jejak inilah yang akan ditelusuri oleh akuntan/auditor forensik.   
4.      Masyarakat sebagai Pembentuk Budaya Anti-Korupsi
Ada pernyataan yang populer di masyarakat kita terkait korupsi. Pernyataan tersebut adalah “susah menghilangkan korupsi karena itu sudah mendarah daging”, atau pernyataan berikut ini: “di negara A korupsi dilakukan di kolong meja, di negara B korupsi dilakukan di atas meja, di negara kita korupsi dibawa sama mejanya”. Sungguh ironi bagi kita. Apakah bangsa ini sudah tidak memiliki budaya malu lagi? Kalaupun iya, bagaimana nasib generasi muda penerus bangsa? Secara tidak langsung generasi saat ini telah mewarisi kehancuran dan keburukan ke anak cucunya (yang semoga saja tidak terjadi).
Sebagaimana juga dijelaskan sebelumnya bahwa ada dua langkah yang bisa dilakukan untuk memberantas korupsi. Pada bagian ini langkah yang akan dibahas lebih mengarah pada langkah jangka panjang. Apa itu langkah panjang untuk memberantas korupsi? Jawabannya adalah dengan melahirkan generasi penerus bangsa (anak cucu kita) yang bersih, jujur, amanah, dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai perangkat masyarakat. Untuk melahirkan generasi-generasi terbaik ini memang tidak mudah. Dibutuhkan perhatian dan kesabaran yang besar. Namun justru itu tantangannya. Hasil yang nantinya didapat sebanding atau bahkan lebih baik dari upaya yang dilakukan. Di bawah generasi terbaik bangsa kita bisa berkesempatan untuk turut andil memimpin dunia, tidak hanya negara maju seperti amerika saja.
Tujuan dari melahirkan generasi terbaik ini juga untuk membentuk masyarakat anti-korupsi. Jika pada tataran masyarakat sudah malu dan sadar akan buruknya perilaku korupsi, maka setiap orang yang karena menyimpang ia melakukan korupsi akan langsung dianggap sebagai aib dan orang rendahan bagi masyarakat tersebut. Perlu diciptakan situasi lingkungan masyarakat anti korupsi di Indonesia agar budaya malu juga semakin kuat tertanam dalam bangsa kita. Kalaupun tidak bisa menciptakan masyarakat yang anti korupsi secara keseluruhan, setidaknya para pejabat pemerintah diisi oleh generasi-generasi terbaik yang nantinya dapat membimbing dan memberi contoh kepada masyarakatnya.    

C.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas ada dua kesimpulan yang didapat yaitu:
1)   Upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan perilaku korupsi di lembaga pemerintahan adalah dengan membentuk sistem pengendalian internal yang kuat (baik secara aktif maupun pasif) sebagai tindakan pencegahan dan penerapan ilmu akuntansi & audit forensik dalam mendeteksi kecurangan (korupsi) sebagai tindakan penanganan.
2)   Kontribusi yang bisa diberikan oleh masyarakat dalam upaya mendukung kampanye anti korupsi adalah dengan cara melahirkan generasi-generasi penerus bangsa yang bersih, jujur, amanah, dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai perangkat masyarakat di masa yang akan datang.

2.      Saran
Tindakan korupsi yang dilakukan oleh seseorang timbul dikarenakan berbagai sebab. Terkadang sebab tersebut digunakan sebagai pembenaran dalam melakukan korupsi. Namun bukan berarti orang yang melakukan korupsi dapat lepas dari tanggung jawab atas perbuatan korupsi yang dilakukannya. Korupsi pasti menimbulkan dampak negatif bagi banyak pihak terutama masyarakat dan karena itulah masyarakat membentuk hukum untuk memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan efek takut bagi mereka yang berniat melakukan korupsi. Hukum ada untuk ditaati karena meskipun kita tidak ikut serta membuat hukum tersebut namun kita sadar bahwa hukum yang dibentuk memiliki tujuan baik. Bahkan alam juga memiliki hukum sendiri.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menghilangkan korupsi sebagaimana dijelaskan dalam tulisan ini akan menjadi efektif jika benar-benar dilaksanakan dengan landasan niat yang baik dan kuat. Korupsi merupakan salah satu bentuk penyimpangan moral. Oleh karena itu diperlukan adanya evaluasi dan perbaikan moral dari setiap individu itu sendiri. Bagi kita sebagai penerus generasi bangsa saat ini dapat berkontribusi dengan 3M yaitu memulai dari diri sendiri, memulai dari hal-hal kecil, dan memulai dari sekarang juga. Selamat berkontribusi!    



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Info Rekrutmen Admin Kantor Jasa Akuntan

The Beauty of Flower

Antara mimpi, kreatifitas dan takdir