POTRET PROFESI AKUNTAN DI INDONESIA
POTRET PROFESI AKUNTAN
DI INDONESIA
(disusun untuk memenuhi tugas UAS Etika Bisnis)
Dosen Pengajar : Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak
(disusun untuk memenuhi tugas UAS Etika Bisnis)
Dosen Pengajar : Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak
A.
Pendahuluan
Dalam
dunia bisnis, akuntan sangat dibutuhkan oleh entitas dalam pelaksanaan fungsi pencatatan
dan pelaporan aktivitas operasionalnya. Untuk menghasilkan laporan keuangan
yang handal, dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang memadai dalam
memenuhi kebutuhan informasi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder). Keterampilan dan pengetahuan
yang memadai di bidang akuntansi ini hanya dimilliki oleh seorang akuntan. Profesi
akuntan sendiri merupakan profesi yang menjanjikan. Dengan adanya peningkatan
aktivitas perekonomian di Indonesia, profesional di bidang akuntansi banyak
diincar para pebisnis lokal maupun internasional untuk membantu mereka dalam
mengembangkan perusahaannya.
Bidang
bisnis yang semakin terspesialisasi telah mendorong permintaan akan akuntan
yang juga memiliki keahlian yang spesifik. Saat ini, terdapat berbagai sertifikasi
dalam profesi akuntan sebagai bentuk pengakuan terhadap ilmu spesifik yang
dimilikinya. Salah satu sertifikasi ini dilakukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI). Lembaga ini menaungi profesi akuntan di seluruh Indonesia. Tujuan dari
keberadaan lembaga ini adalah mengembangkan dan mendayagunakan potensi akuntan
Indonesia sehingga terbentuk suatu cipta dan karya akuntan Indonesia yang
didharmabaktikan bagi kepentingan bangsa dan negara. Lembaga ini secara rutin
melaksanakan pelatihan dan sertifikasi bagi para anggotanya. Bagi akuntan yang
telah mendapat pelatihan dan pendidikan khusus di bidang akuntansi syariah dan
telah lulus Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah (USAS), maka ia akan mendapat
gelar SAS; bagi akuntan yang pernah mengikuti kursus Brevet pajak, maka akan
mendapat sertifikat brevet; dan yang terakhir ada sertifikasi PSAK untuk
mendapat gelar certified PSAK. Selain
IAI, ada juga lembaga Ikatan Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI) yang memiliki
sertifikasi CPMA, serta Ikatan Akuntan Publik (IAPI) yang memiliki sertifikasi
CPA. Dengan adanya sertifikasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kompetensi dari akuntan. Di samping itu lembaga-lembaga ini juga memiliki kode
etik profesi untuk dijadikan sebagai pegangan dalam melakukan pekerjaan. Proses
peningkatan kompetensi dan kode etik profesi yang dimiliki diharapkan akan
menciptakan citra baik dari profesi akuntan di kalangan pebisnis atau
perusahaan.
B.
Permasalahan
yang mungkin muncul dalam profesi akuntan
Dari
segi kompetensi, nampaknya para akuntan di Indonesia telah memiliki banyak
pilihan untuk meningkatkan kemampuannya. Akan tetapi mengapa saat ini banyak
terdapat kasus kecurangan yang melibatkan akuntan? Adapun beberapa contoh kasus
tersebut yaitu:
- 1. Kasus mark up (penggelembungan) laba bersih 2001 PT Kimia Farma Tbk. (KAEF)
Kasus ini berakhir
dengan sanksi denda yang dikenakan oleh Bapepam. Denda Rp 1 miliar diberikan
kepada direksi lama Kimia Farma periode 1998-Juni 2002 dan Rp 100 juta untuk
Ludovicus Sensi W sebagai auditor dari Hans Tuanakotta & Mustafa (HTM).
Sementara perusahaan Kimia Farma mendapat denda Rp 500 juta. Berdasarkan hasil
pemeriksaan Bepepam diperoleh diperoleh bukti, bahwa terdapat kesalahan
penyajian dalam laporan keuangan KAEF. Adapun dampak kesalahan tersebut
mengakibatkan overstated (penggelembungan
keuntungan) laba bersih tahun 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3%
dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Kesalahan
tersebut berupa overstated pada
penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, overstated
pada barang persediaan Rp 23,.9 miliar (keduanya masuk dalam unit industri
bahan baku). Overstated juga terjadi
pada unit pedagang besar farmasi (PBF) yakni pada persediaan barang Rp 8,1
miliar dan pada penjualan Rp 10,7 miliar.
- 2. Kasus Suap Mulyana W Kusuma terhadap Auditor BPK
Kasus
ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU
diduga menyuap anggota BPK yang raat itu akan melakukan audit keuangan
berkaitan dengan pengadaan logistik pemilu. Logistik untuk pemilu yang dimaksud
yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta dan teknologi informasi.
Setelah dilakukan pemeriksaan, BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan.
Setelah dilakukan penyempurnaan laporan. BPK sepakat bahwa laporan tersebut
lebih baik daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi, untuk ini,
maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya. Setelah
lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati
pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W
Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada
anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut,
tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia
bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan
menggunaan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan
ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang
bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak
lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut
karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
- 3. Kasus Korupsi Gayus Tambunan
Kasus Gayus adalah bukti betapa sindikat pajak
telah begitu menggurita di negeri ini. Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) yang berisi tentang rekening tambun Gayus senilai
Rp. 25 miliar menarik perhatian aparat pemerintah. Gayus cuma pegawai pajak
rendahan. Golongan kepangkatannya baru IIIA. Maksimal, gaji karyawan pajak di
level ini ditambah tunjangan program reformasi birokrasi di Departemen
Keuangan, hanya sekitar Rp.6 juta per bulan. Lantas darimana asalnya uang
tersebut?
Data arus dana di berbagai rekening Gayus
memperlihatkan berbagai indikasi kuat bahwa duit segunung itu memang berkait
dengan pekerjaannya sebagai aparat pajak, yang mengurus keberatan dari wajib
pajak tentang besaran uang yang harus mereka setor ke kas negara. Tertera di
situ, harta Gayus merupakan akumulasi dari berbagai transfer bank dari banyak
pihak, baik invidu maupun perusahaan. Nilainya bervariasi, berkisar antara Rp
100 juta hingga miliaran rupiah.
- 4. Kasus Transaksi Derivatif PT. Indosat Tbk.
Pada laporan keuangan periode 2006, PT. Indosat
melaporkan adanya kerugian sebesar Rp 438 miliar yang di klaim sebagai ”Rugi
dari perubahan nilai wajar atas transaksi derivatif-bersih” (Loss on Change in Fair Value of
Derivatifes-Net). Pengakuan atas kerugian ini muncul karena perusahaan
tidak menerapkan PSAK sebagaimana mestinya.
Dalam PSAK no 55 ”Akuntansi Instrumen Derivatif
dan Aktifitas Lindung Nilai” disebutkan bahwa transaksi derivatif mensyaratkan
adanya dokumentasi formal atas analisa manajemen resiko dan analisa efektifitas
transaksi jika ingin melindungi resiko dari transaksi derivatif ini. Selain itu
suatu entitas diwajibkan pula untuk melaporkan setiap transaksi derivatif
paling tidak setiap tiga bulan dalam laporan keuangan perusahaan.
Dalam surat yang ditujukan kepada manajemen
Indosat (management letter) pada
tahun 2004, 2005 dan 2006, auditor eksternal Indosat menyarankan pihak
manajemen Indosat untuk segera membenahi kebijakan formal manajemen resiko yang
berkaitan dengan transaksi derivatif yang dilakukan oleh Indosat sebesar US$
275 juta atau sekitar Rp 2,5 trilliun. Transaksi derivatif ini meliputi 17
kontrak perjanjian dengan berbagai institusi keuangan.
Kasus ini memberikan contoh dari besarnya
kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan di Indonesia diakibatkan tidak
adanya analisa yang memadai terhadap transaksi derivatif yang akan dilakukan.
Akibat kerugian ini pula negara kehilangan potensi pajak baik atas laba bersih
perusahaan maupun atas deviden yang dibagikan.
- 5. Kasus-kasus lainnya
Kasus sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan
audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan
sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan
kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut
termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah
sekitar tahun 1999. Dalam hal ini kesembilan KAP itu telah melanggar standar
audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, karena mereka
memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bank tersebut
bangkrut.
Kasus KPMG-Siddharta dan Harsono yang diduga
menyuap pajak telah terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75
ribu. Sebagai siasat, diterbitkanlah faktur palsu untuk biaya jasa profesional
KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker
Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York. Hampir saja Baker dan KPMG
terseret ke pengadilan distrik Texas karena telah melanggar undang-undang anti
korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Namun karena Baker memohon kebijakan
dari Badan pengawas pasar modal AS dan Securities and Exchange Commission,
akhirnya kasus ini diselesaikan di luar pengadilan dan KPMG pun terselamatkan.
C.
Pembahasan
Kasus-kasus
di atas merupakan beberapa kasus kecurangan yang melibatkan akuntan di
Indonesia. Pada kasus pertama (PT. Kimia Farma) dan keempat (PT. Indosat) yang
terlibat adalah akuntan internal perusahaan, pada kasus kedua (Suap Mulyana W
Kusuma) melibatkan Auditor Pemerintah (BPK), pada kasus ketiga (Gayus Tambunan)
melibatkan akuntan pemerintah bidang pajak, dan pada kasus lainnya (kasus
pelanggaran prosedur oleh KAP) melibatkan Akuntan Publik. Jika dilihat, kasus
tersebut secara merata melibatkan berbagai bidang dari profesi akuntan. Lantas
kira-kira apa penyebab terjadinya kecurangan ini?
Pada
kasus PT. Kimia Farma, akuntan internal perusahaan telah mengabaikan prinsip
objektifitas dan membuat laporan keuangan yang dihasilkan menjadi tidak relevan
lagi, hal ini tentu saja dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan. Investor
akan menilai perusahaan lebih besar daripada seharusnya. Alasan dilakukannya mark up ini bisa saja karena adanya
tuntutan dari dewan direksi perusahaan dan akuntan sebagai salah satu staf dari
perusahaan harus mengikuti keputusan manajemen. Begitu pula yang mungkin
terjadi pada akuntan di PT. Indosat. Bisa saja pihak manajemen perusahaan
meminta akuntan untuk tidak melakukan prosedur pencatatan sesuai PSAK 55 untuk
memunculkan kerugian atas transaksi derivatif. Mungkin perusahaan ingin agar sahamnya
bernilai lebih rendah dari semestinya dengan maksud menekan investor publik dan
untuk melakukan akuisisi saham dari pihak internal.
Pada
kasus suap yang dilakukan oleh Mulyana W. Kusuma terhadap Auditor BPK Salman
Khairiansyah menunjukkan bahwa auditor pemerintah seharusnya tetap mengikuti
prosedur dan melaksanakan kode etik profesi dalam menghadapi adanya potensi
suap dalam pekerjaan lapangan. Jika tidak, maka terjadi simpang siur informasi
dan pro kontra terhadap kerja dari auditor itu sendiri. Seorang auditor
seharusnya memiliki integritas dan mampu bersikap tegas dalam bertindak dan
mengambil keputusan termasuk jika diiming-imingi suatu imbalan yang jelas-jelas
tidak diperbolehkan.
Pada
kasus Gayus Tambunan, akuntan pemerintah benar-benar diuji kredibilitasnya.
Akibat kasus ini, banyak masyarakat yang antipati terhadap petugas pajak.
Dengan gaji yang sudah diatas rata-rata, ternyata masih belum bisa melindungi
Gayus dari godaan materi. Entah apakah faktor latar belakang dari keluarga yang
pas-pasan sehingga membuat ia melanggar kode etik profesi. Yang jelas,
pemerintah dalam hal ini direktorat jenderal pajak harus melakukan pembenahan
dan perbaikan terutama terkait sistem dan prosedur dalam mengamankan sumber
penerimaan utama negara ini.
Pada
kasus pelanggaran prosedur oleh KAP, menunjukkan bahwa akuntan publik masih
rentan terhadap isu profesionalitas dalam pekerjaannya. Dilema yang dihadapi
akuntan publik terjadi ketika ada benturan antara kepentingan klien dengan
independensi auditor itu sendiri. Salah satu yang menjadi penyebab adalah fee audit yang dibayarkan oleh klien. Di
satu sisi auditor ingin agar audit yang dilakukannya sesuai dengan prosedur dan
standar yang ditetapkan serta tidak melanggr kode etik profesi, namun di sisi
lain auditor juga dituntut nleh klien yang membayarnya agar diberikan kemudahan
dan hasil yang sesuai dengan keinginan klien. Dilema ini bisa terjadi pada
semua KAP. Sebagaimana diketahui, laporan auditor independen saat ini dijadikan
sebagai syarat dalam berbagai kondisi seperti dalam hal pengajuan
kredit/pembiayaan dari bank, syarat dalam mendaftar menjadi perusahaan terbuka
(go public), dan lain-lain.
D. Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil atas identifikasi masalah di atas adalah
- 1. Faktor kompetensi bukan menjadi penyebab utama tejadinya kecurangan
Para
akuntan yang terlibat dalam kasus kecurangan di atas tidak diragukan lagi
kemampuannya karena merupakan akuntan di perusahaan besar yang sudah go public, lulusan dari Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara (STAN), dan akuntan dari KAP. Kecurangan tersebut terjadi
karena akuntan tidak mampu mempertahankan profesionalitasnya dan lebih memilih
untuk melanggar etika profesi. Alasannya bisa beragam, bisa karena faktor materi,
faktor tekanan dari atasan, maupun buruknya sistem dan prosedur yang
ditetapkan. Sebagaimana diketahui, kecurangan bisa muncul karena tiga sebab
yaitu adanya tekanan, adanya kesempatan, dan adanya pembenaran atas tindakan
kecurangan tersebut.
- 2. Dilema etika dapat menjadi faktor munculnya kecurangan dalam pekerjaan
Dilema
etika seperti yang dialami oleh akuntan publik muncul dikarenakan adanya
kesalingtergantungan antara klien dan KAP. Jika bukan klien yang membayar fee
audit, maka darimana sumber penerimaan KAP? Jika memang struktur ini tidak lagi
efektif, sebaiknya diubah dan diganti untuk menciptakan lingkungan yang lebih
bebas dari dilema etika (misalnya fee
audit akan dibayarkan oleh pihak ketiga). Begitu pula dilema etika yang
dihadapi akuntan internal perusahaan. Seharusnya akuntan internal tetap
bersikap objektif dan independen serta tidak dipengaruhi oleh manajemen.
Akuntan internal sebaiknya bertanggungjawab secara langsung kepada pemilik dan
bukan pada manajemen perusahaan. Hal ini dapat mengurangi tekanan yang dihadapi
oleh akuntan internal.
- 3. Pentingnya pendidikan etika profesi bagi para akuntan sebagai bekal dalam menghadapi potensi kecurangan
Pelanggaran
etika akan terus terjadi jika tidak ada pemahaman yang mendalam dari akuntan
terhadap pentingnya untuk memegang teguh etika profesi. Bisa jadi mereka tidak
mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh kecurangan yang mereka lakukan. Salah
satu cara untuk menekan jumlah akuntan yang menyimpang serta menanamkan
kesadaran akan pentingnya menerapkan kode etik profesi adalah dengan melakukan
sosialisasi intensif tentang profesionalitas dan kode etik akuntan dalam
lingkungan kerja. Misalnya, secara rutin IAI sebagai lembaga akuntan terbesar
di Indonesia menyelenggarakan pelatihan dan seminar untuk meningkatkan
kompetensi dan kesadaran terhadap kode etik profesi kepada anggotanya. Agar
lebih efektif, kegiatan semacam ini juga dapat dilakukan di tingkat pendidikan
baik dari tingkat SMP, SMA hingga ke tingkat Perguruan Tinggi. Caranya adalah
dengan memberikan mata ajaran atau mata kuliah tentang etika bisnis dan
profesi, akuntansi forensik dan deteksi kecurangan, seperti yang dilakukan oleh
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. Sebagaimana
diketahui, para calon akuntan juga merupakan anggota luar biasa dari IAI. Dengan
adanya pendidikan yang intensif kepada calon akuntan ini, maka diharapkan
tindakan kecurangan dan penyimpangan dalam etika profesi dan bisnis di masa
mendatang dapat berkurang dan citra profesi akuntan akan menjadi lebih baik
lagi.
Kompetensi
dalam profesi akuntan memang sangat penting namun etika profesi juga tidak
kalah pentingnya. Tidak heran jika lembaga IAI, IAPI, maupun IAMI memiliki kode
etik dan sertifikasi untuk menjaga citra anggotanya. Pendidikan serta sosialisasi
intensif untuk menumbuhkan kesadaran akan kode etik profesi perlu dilakukan
karena potensi kecurangan dalam lingkungan kerja akan selalu ada. Hal ini dilakukan
sebagai upaya untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran etika maupun
kecurangan oleh akuntan. Dengan akuntan yang berkompeten dan juga beretika,
maka profesi akuntan yang lebih baik dalam mewujudkan good corporate governance (GCG) di Indonesia dapat segera terwujud. Kita tidak boleh lupa bahwa profesi
akuntan ini dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas, dan tidak hanya
internal perusahaan saja.
Sumber
Referensi:
Profil
IAI revisi 2011. www.iaiglobal.or.id.
(Diakses tanggal 27 Juni 2012)
Contoh
Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi. 7 November 2011 www.wartawarga.gunadarma.ac.id.
(Diakses tanggal 27 Juni 2012)
Kronologis
Kasus Gayus Tambunan. 27 November 2010. www.nurachman.blogspot.com.
(Diakses tanggal 27 Juni 2012)
Denda 1 Miliar Buat Mark Up
Kimia Farma. 28 Desember 2002. www.detik.com (Diakses tanggal 27 Juni
2012)
Terimaksih atas infonya yaa..
ReplyDeleteST3 Telkom
makasih infonya yaah..
ReplyDeleteST3 Telkom